Biografi Leo Hendrik Baekeland


Leo Hendrik Baekeland, seorang ahli kimia warga Amerika berkebangsaan Belgia. Baekeland lahir di Ghent, Belgia, pada tanggal 14 November 1863. Bakelit, yang penamaannya diambil dari nama Baekeland ini sebenarnya bukanlah temuan yang pertamanya karena sebelumnya ia sudah menemukan kertas foto yang dinamakan Velox. Baekeland seorang pelajar yang cerdas. Ia suka ngulik, mengutak-atik, mencoba-coba segala sesuatu.

ia telah mendapat gelar doktor dengan predikat maxima cum laude. Kemudian ia mengajar di universitas tersebut sampai tahun 1889. Baekeland memiliki hobi bepergian dan memotret. Ia sering melakukan perjalanan ke luar negeri seperti ke Prancis dan Inggris. Pada tahun 1889, ia mendapat beasiswa untuk belajar di Amerika Serikat selama tiga tahun. Beasiswa yang sebenarnya untuk tiga tahun tersebut malah diputuskannya untuk menetap di Amerika Serikat sampai ia ganti kewarganegaraan.

Karena hobinya yang suka memotret, kemudian ia mendapat pekerjaan di perusahaan fotografi. Pada saat itu, untuk mencetak gambar negatif film pada kertas harus menggunakan sinar matahari. Baekeland berpikir akan ketidakpraktisan hal itu. Terutama jika harus mencetak pada malam hari atau saat cuaca sedang hujan dan sinar matahari tidak ada. Dalam waktu yang singkat ia berhasil menciptakan kertas foto yang dinamakan Velox. Dengan kertas ini, tanpa sinar matahari pun film dapat diproses dan sebagai pengganti sinar matahari adalah dengan menggunakan lampu. Untuk mendukung penemuannya, pada tahun 1893 ia mendirikan pabrik kertas foto yang diberi nama Nepera Chemical Company (Perusahaan Kimia Nepera). Tetapi, perusahaan tersebut tidak berumur panjang. Enam tahun kemudian ia menjual perusahaan tersebut seharga satu juta dolar kepada Eastman, penemu kamera.

Tahun 1905, Baekeland mulai mengadakan penelitian. Dua tahun kemudian ia "menyulap" sebuah bangunan yang tadinya berupa gudang menjadi sebuah laboratorium yang terletak di Yonkers, New York. Biaya pembangunannya menggunakan sebagian uang hasil penjualan perusahaan kimianya. Di laboratorium inilah ia mulai meneliti bahan pembentuk bakelit.


Baekeland mereaksikan dua jenis bahan kimia yaitu formaldehid (H2CO) yaitu sejenis bahan pengawet dan fenol (C6H5OH) yaitu sejenis bahan pembasmi kuman. Dengan hati-hati ia memanaskannya, mengontrol suhu dan tekanannya. Hasilnya, terbentuklah suatu bahan baru yang dapat dibengkokkan, dipilin, dan dibuat berbagai bentuk. Ia menamainya bakelite (bakelit). Bakelit ini merupakan kopolimer yaitu polimer hasil reaksi monomer-monomer yang lebih dari atu jenis. Polimer merupakan senyawa dengan massa molekul besar yang terbentuk dari gabungan molekul-molekul sederhana (monomer-monomer).

Tahun 1910 Baekeland mendirikan pabrik plastik sekaligus menjadi direktur utamanya sampai tahun 1939. Bakelit atau plastik tahan panas ini mulai diperkenalkan kepada masyarakat umum. Awalnya plastik digunakan untuk membuat kotak radio, kancing, bola biliar, dan beberapa jenis barang lainnya. Tetapi, berbeda dengan sekarang, di mana hampir semua barang yang kita temui terbuat dari plastik. Baekeland meninggal dunia pada tanggal 23 Februari 1944 saat usia 81 tahun di Beacon, New York, AS
Baca Selengkapnya - Biografi Leo Hendrik Baekeland

Biografi Charles Townes


Charles Townes kelahiran Greenville, South Carolina, 28 Juli 1915. Ia lulusan Furman University sebelum mendapatkan gelar kesarjanaannya dari Duke University dan Caltech. Ia juga sebelumnya menjadi teknisi peneliti di Bell Laboratorium selama Perang Dunia II. Kemudian ia mengajar di Columbia University dan MIT. Pada tahun 1961 ia mulai meneliti bidang optik yang menghasilkannya penghargaan dunia. Setelah mengambil pasca sarjana di Universitas Duke dan California Institute of Technology, antara tahun 1939-1947 bekerja di Laboratorium Bell untuk merancang sistem pembom yang dikendalikan radar. Lalu ia bekerja di Universitas Columbia di Jurusan Fisika.

Pada tahun 1951 ketika duduk di bangku sebuah taman, gagasan mengenai maser (microwave amplification by stimulated emission of radiation atau penguatan gelombang mikro oleh pemancaran radiasi yang terstimulasi) muncul dalam benaknya sebagai suatu cara untuk menghasilkan gelombang mikro berintensitas tinggi, dan pada tahun 1953 maser pertama mulai bekerja. Dalam piranti ini molekul amoniak dinaikkan ke tingkat vibrasional tereksitasi lalu dimasukkan ke rongga resonan; di sini, seperti pada laser, pemancaran terstimulasi ditimbulkan sehingga menghasilkan kelompok foton yang panjang gelombangnya sama, dalam hal ini sama dengan 1,25 cm pada spektrum gelombang mikro. "Jam atom" berketelitian tinggi dibuat menurut konsep ini, dan penguatan maser zat padat dipakai juga dalam bidang semacam radioastronomi.

Pada tahun 1958 Townes dan Arthur Schawlow telah menarik perhatian orang melalui makalah yang mengemukakan bahwa skema yang sama bisa dilaksanakan dalam daerah panjang gelombang optik. Sebelumnya, Gordon Gould, seorang mahasiswa pascasarjana di Columbia University telah menyimpulkan hal yang sama, namun ia tak menerbitkan hasil perhitungannya saat itu juga, karena ia mencari paten.


Charles Townes adalah penemu bersama laser (light amplification by stimulated emission of radiation) dan pemenang Nobel untuk fisika. Ia pekan lalu kembali menjadi berita karena berhasil memenangkan hadiah bidang keagamaan tahunan yang nilainya terbesar.


Townes sekarang berusia 89 tahun dan menjadi pengajar, profesor di University of California, Berkeley. Hadiah yang diterimanya adalah Templeton Prize untuk penelitian dan pengembangan temuan spiritual. Hadiah ini sendiri bernilai 795.000 pound sterling atau sekitar 14 miliar rupiah. Ia dihargai karena pembicaraan dan tulisannya yang bertema peran penting ilmu pengetahuan dan agama.

Townes pertama kali menekuni topik ini pada tahun 1964, pada tahun yang sama ketika ia menerima Nobel untuk laser dan maser (microwave amplification by stimulated emission of radiation) bersama dengan dua peneliti asal Rusia. Topik pertamanya dalam bidang ini disampaikan pada kelas Alkitab untuk pria di gereja Riverside, New York. Pembicaraannya ini diterbitkan oleh majalah IBM Think, dan dalam majalah alumni MIT (Massachusetts Institute of Technology). Namun publikasi ini dan artikel susulannya mendapat tentangan dari alumnus lainnya di MIT. Demikian pula tendensi religius Townes mendapat tentangan dari penyokong doktoralnya di California Institute of Technology.


"Banyak yang tidak menyadari bahwa ilmu pengetahuan juga berdasarkan asumsi dan kepercayaan. Tidak ada yang bisa dibuktikan secara absolut," jelas Townes. "Temuan-temuan indah dalam ilmu pengetahuan dan agama datang dari upaya kita untuk observasi, asumsi yang mendalam, kepercayaan dan logika." Ia mencontohkan ilham yang didapatnya mengenai maser saat duduk di bangku taman di Washington DC dengan Wahyu yang ada di dalam Alkitab. Temuan-temuan dalam bidang fisika juga menunjukkan bahwa kecil kemungkinan keberadaan kehidupan merupakan ketidaksengajaan. Ini menimbulkan pertanyaan keagamaan mengenai apakah alam semesta ini pun telah direncanakan.
Baca Selengkapnya - Biografi Charles Townes